Kita tahu bagaimana pendakwah kebenaran akan selalu mendapat
cobaan. Keadaan yang berbeda, pendakwah kesesatan yang dibela.
Saat ini, syirik dan bid’ahlah yang dibela mati-matian.
Padahal kedua dosa ini telah melanggar prinsip dua kalimat syahadat yang telah
diikrarkan oleh kaum muslimin.
Lihatlah di tengah-tengah kita, ada suatu program yang sudah
mau mengajarkan pada umat akidah yang benar dan sunnah yang shahihah, namun
dituduh sebagai pendukung ajaran sesat sehingga program ini harus ditutup.
Memang betul dikatakan oleh para ulama, pelaku syirik saat
ini lebih parah dari masa silam. Dahulu orang-orang musyrik tahu bahwa mereka
berseberangan dengan dakwah Rasul. Namun saat ini, mereka mengklaim bahwa
merekalah ahlu tauhid dan merekalah yang sejalan dengan ajaran Rasul. Sungguh
parah!
Syirik itu Kesesatan yang Paling Besar
Syirik artinya menunjukan sebagian ibadah kepada selain
Allah, atau bisa katakan pula syirik adalah menduakan Allah dalam ibadah.
Semacam menjadikan do’a, sembelihan dan tumbal pada selain Allah.
Orang yang berbuat syirik dikatakan dalam ayat sebagai orang
yang telah jauh tersesat karena ia telah menginjak hak-hak Allah. Di antara hak
Allah adalah menjadikan ibadah hanya pada Allah saja, bukan pada makhluk
seperti malaikat, nabi, orang sholih atau pada pohon dan batu.
Jika seorang muslim menjadikan wali yang telah mati sebagai
perantara dalam do’a, lalu ia sampaikan do’a pada wali supaya hajatnya
disampaikan pada Allah, ini namanya meminta do’a pada wali.
Setiap yang meminta pada selain Allah, itu syirik walau yang
diminta bukanlah berhala, batu atau pohon. Contoh tadi itulah bentuk kesyirikan
yang terjadi di masa silam di kalangan orang-orang musyrik. Bukti bahwa
perbuatan meminta semacam itu termasuk syirik dibuktikan dalam ayat berikut,
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan
Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan
di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az Zumar:
3).
Bagaimana perbuatan tadi tidak disebut syirik sedangkan di
akhir ayat disebut bahwa mereka termasuk dusta lagi ingkar. Namun inilah
perbuatan syirik yang dibela oleh para pengagung kubur, wali dan sunan.
Wallahul musta’an.
Pelaku syirik itulah yang telah sesat sejauh-jauhnya.
Allah
Ta’ala berfirman,
"Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan
Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (QS. An Nisa’: 116).
Kenapa syirik itu dibela padahal syirik bisa menghapus
amalan? Juga disebutkan dalam ayat lain,
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az
Zumar: 65).
Lantas kenapa sampai ajaran syirik dibela dan terus
dilestarikan? Dan biasanya pelaku syirik pun sudah tidak punya argumen lagi
ketika syirik mereka dikritik. Mereka hanya bisa beralasan bahwa ajaran
tersebut sudah menjadi tradisi turun temurun di tanah air. Hal ini pas seperti
alasan orang-orang musyrik di masa silam. Tak jauh beda.
Mereka tidak punya dalil untuk mendukung kesyirikan mereka.
Yang ada cuma dalil yang tidak tegas atau dalil yang tidak shahih. Dan
ujung-ujungnya, alasan mereka adalah warisan tradisi. Sama halnya ternyata
dengan orang musyrik di masa silam.
Demikianlah sebagian orang menganggap bahwa tindakan mesum
masih lebih parah daripada tindakan menyekutukan Penciptanya dalam ibadah.
Padahal dosa mesum masih berada di bawah kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang di bawah syirik, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48).
Apa mereka lebih senang masyarakat rusak dengan syirik
dibanding dengan mesum? Padahal dosa mesum masih di bawah kesyirikan. Sedangkan
dosa syirik tidak diampuni jika dibawa mati.
Jika dakwah anti syirik dikatakan sesat, maka seharusnya
dakwah para Nabi pun dikatakan demikian. Karena setiap Rasul telah mengajarkan
pada umatnya untuk menjauhi syirik dan mentauhidkan Allah
Apa mereka mau menyesatkan para Nabi sebagai pendakwah anti
syirik?
Bid’ah itu Sesat, Tidak Ada yang Hasanah
Yang dibela kedua adalah berbagai ritual bid’ah, yaitu
amalan yang dibuat-buat dalam hal agama yang tiada tuntunan karena tidak ada
dalil pendukung.
Perbuatan bid’ah inilah yang menyelisihi syahadat (pengingkaran)
bahwa Nabi kita adalah hamba dan utusan Allah. Kalau dikatakan demikian, maka
setiap akidah, amalan dan ibadah mesti mengikuti tuntunan nabi, bukan seenaknya
membuat ibadah-ibadah baru sendiri.
Ketika ada yang mengkritik ritual maulid Nabi, yasinan,
tahlilan, serta ritual bid’ah lainnya, maka alasan pro-bid’ah tadi di antaranya
ajaran ini semua baik (hasanah), kenapa dilarang?
Padahal Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– sendiri yang
mengatakan setiap bid’ah itu sesat.
“Hati-hatilah dengan
perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah
dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676.
Kata Al Hafizh Abu Thohir, sanad hadits ini shahih. Tirmidzi mengatakan hadits
ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih).
Kalau Rasul katakan setiap amalan yang tiada tuntunan itu
sesat, lantas mengapa masih dikatakan ada bid’ah hasanah. Apakah kita mau
pertentangkan sabda Rasul dan perkataan manusia lainnya? Lihatlah kata Ibnu
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,
“Setiap bid’ah itu sesat, walaupun manusia menganggapnya
baik (hasanah).” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1: 219, Asy
Syamilah)
Seorang ulama besar dalam madzhab Syafi’i berkata mengenai
maksud bid’ah itu sesat,
“Yang dimaksud setiap bid’ah itu sesat adalah setiap amalan
yang dibuat-buat dan tidak ada dalil pendukung baik dalil khusus atau umum”
(Fathul Bari, 13: 254).
Ibnu Rajab dari madzhab Hambali juga mengatakan,
“Setiap yang dibuat-buat lalu disandarkan pada agama dan
tidak memiliki dasar dalam Islam, itu termasuk kesesatan. Islam berlepas diri
dari ajaran seperti itu termasuk dalam hal i’tiqod (keyakinan), amalan,
perkataan yang lahir dan batin” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 128).
Dan kami pun tidak asal menuduh sesatnya bid’ah kecuali jika
memenuhi tiga syarat,
1- Amalan tersebut baru, diada-adakan atau dibuat-buat.
2- Amalan tersebut disandarkan sebagai bagian dari ajaran
agama.
3- Amalan tersebut tidak memiliki landasan dalil baik dari
dalil yang sifatnya khusus atau umum. (Qowa’id Ma’rifatil Bida’, Muhammad bin
Husain Al Jizaniy, hal. 18)
Sehingga keliru jika ada yang menganggap bahwa naik pesawat,
pakai laptop, pakai HP itu bid’ah dengan alasan di masa Nabi tidak ada
komunikasi semacam itu dan kendaraannya hanya unta. Karena sekali lagi
sebagaimana syarat yang disebutkan di atas, bid’ah itu dalam urusan agama,
bukan urusan DUNIA.
Jika Nabi sendiri yang katakan setiap bid’ah itu sesat
(tidak ada yang hasanah), lalu bila ada yang mengingkari bid’ah, apa pantas
disebut sesat?
Setiap yang mendakwahkan kebenaran, memang akan senantiasa
menghadapi cobaan, baik berupa celaan, sindiran, pemboikotan bahkan juga
disakiti fisiknya. Sebagaimana para nabi pun mendapatkan cobaan dan itu sesuai
kualitas imannya.
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia
berkata,
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat
ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya.
Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila
agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang
hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam
keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad
Darimi no. 2783, Ahmad 1: 185. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At
Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Celaan dan caci maki dari orang yang tidak suka dengan
dakwah anti syirik dan anti bid’ah adalah cobaan dan itu diberikan sesuai
dengan tingkatan iman seorang muslim,
“Sesungguhnya balasan terbesar adalah dari ujian terberat.
Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada
mereka. Barangsiapa ridho, maka Allah pun ridho. Dan barangsiapa murka, maka
baginya murka Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2396, beliau katakana hadits ini hasan
ghorib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Sehingga tugas kita mesti bersabar. Kesabaran ini akan
berbuah manis seperti dalam pepatah Arab, Sabar itu seperti namanya, pahit
rasanya
Namun akhirnya lebih manis daripada madu Kesabaran itu bisa
diraih dengan pertolongan Allah,
Kibarkan Bendera ketauhidan, Maju terus Para Peruqyah
Syar’iyyah diI
ndonesia sebarkan dan luruskan akidah-akidah yang menyesatkan.
Semoga Allah memenangkan dakwah tauhid dan sunnah serta
menghancurkan kesyirikan. Amiin
0 komentar:
Posting Komentar